Sunday, April 21, 2013
Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE / RET --- Rational Emotive Therapy)
sukar digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena;
paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling
yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat
(rational thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting),
serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam
cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara
berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam
alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan
memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dalam sekaligus promoter utama corak konseling ini adalah Albert Ellis, yang telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks Theories of Counselling (1979).
Menurut
pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational Emotive Terapi
(disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif Behavioristik.
Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan konseling
kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya J.
Lembo, Help Yourself, yang telah disadur pula kedalam bahasa Indonesia
dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).
Corak
konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat
manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian
bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
a. Manusia
adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan
mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan
dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama
manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik
mungkin.
b. Perilaku
manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi
sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
c. Hidup
secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku
sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien
dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan berperilaku
sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai,
mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian berpikir
rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu
mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagian
itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal
sehatnya secara semestinya.
d. Manusia
memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan
sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan
akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
e. Orang
kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk
akal atau irrasional (irational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil
dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga
keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan
sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional cenderung
untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan
berbagai dalih. Albert Ellis sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11
keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi
kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan
dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan oleh orang
kepada dirinya sendiri:
Teapi
Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian
dari terapi CBT (cognitive behaviural therapy) lebih banyak kesamaannya
dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan
dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memuuskan,
menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional
membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada
dasarnya psikoterapi merupakan proses reeduksi? Apakah sebaiknya terapis
berfungsi terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan
propaganda, persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana
membebaskan keefektifan usaha membebaskan para klien dari
“keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan menggunakan logika, nasihat,
informasi, dan penafsiran-penafsiran.
Teapi
Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi
bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional
dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki
kecenderungan –kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir
dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh
dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari
pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak
berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri
serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun
berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang
disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase
diri.
Manusia
padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir
rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional
manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi
emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi,
interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan
psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak
logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh
prasangka, sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali
dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan
budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari
verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan
cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara
berpikir yang tepat.Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri
harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat
diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang
rasional.
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun
tingkah laku individu, yaitu Antecedent event, Belief, dan Emotional consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
Antecedent event (A) yaitu
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang
lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk
bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B)
yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu
keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang
tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal,
bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak
rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah,
tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
Emotional consequence (C)
merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu
dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat
langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Teapi
Emotif Rasional (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan
asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir
rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia
memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia,
berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta
tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari
pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak
berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri,
serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Teapi
Emotif Rasional menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang
tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah
ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan
kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan,
tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam
hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia
mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut
Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan
secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu
sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami
keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan
nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada
masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan
menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku
berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena
bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka
bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur
pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi
bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi
merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya
kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh
pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai
suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran
seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam
situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata
lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu
pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam
keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan
yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak
perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau
“omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang
menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang
bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis
adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2)
orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas
tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya
dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan
tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan
seeara memadai.
Neurosis
adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan
emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui
reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab
masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji
kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada
kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi
adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang
sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang
buruk. Ellis menyatakan bahwa “gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas
kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa
disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya,
orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah”.
TRE
berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung
menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi
diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang
tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan
gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa
gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan
dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
Ellis
menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan
pada satu tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan pandangan yang
mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat
hidup yang lebih realistik”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah
menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah
dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang
dialami oleh mereka.
Ringkasnya,
proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan
rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan
karena sumber ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu
bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses
terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar.
Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien
dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.
2. Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan
utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan
diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang
lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan
ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar
secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan
semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm, 85;1973a, hlm.
172), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis
nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh
klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan misalnya, maka
sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan
ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal
pada umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti
tujuan utama.
Ringkasnya,
proses terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama
yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang
tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai
penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasikan
suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasikan
keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal
dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Langkah
kedua adalah membawa klien ke-seberang tahap kesadaran dengan
menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan
emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak
logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri
dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan perkataan lain,
karena klien tetap mereindoktrinasi diri, maka dia bertanggung jawab
atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak hanya cukup menunjukkan
kepada klien bahwa Dia memiliki proses-proses yang tidak logis, sebab
klien cenderung mengatakan, ”sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki
ketakutan akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak
realistis”.
Untuk
melangkah ke seberang pengakuan klien atas pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan irasionalnya, terapis mengambil langkah ketiga, yakni
berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan
gagasan-gagasan irasionalnya. TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan
yang tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya klien tidak
bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk
memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan
filsafat-filsafatnya yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran
setan proses penyalahan diri. Jadi langkah terakhir dari proses
terapeutik adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat
hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi
korban keyakinan-keyakinan yang irasional.
Menangani
masalah-maslah atau gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin
bahwa masalah-masalah lain tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan
adalah terapis menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien
bagaimana menggantikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang
irasional dengan yang rasional.
Terapis
yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan
terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu
proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif. TRE
adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari
klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan
metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan
aspek-aspek kognitif. Rllis (1973ª,hlm.185) memberikan suatu gambaran
tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
a. mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b. menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c. menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
d. menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e. menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan
akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa
depan;
f. menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g. menerangkan
bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan
gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris;
h. mengajari
klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir
sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang
irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun
pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan
berperilaku yang dapat merusak diri.
Pengalaman
utama klien dalam TRE adalah mencapai pemahaman. TRE berasumsi bahwa
pencapaian pemahaman emosional (emotional insight) oleh klien atas
sumber-sumber gangguan yang dialaminya adalah bagian yang sangat penting
dari proses terapeutik. Ellis (199\67, hlm 87) mendefinisikan pemahaman
emosional sebagai “ mengetahui atau melihat penyebab-penyebab masalah
dan bekerja dengan keyakinan dan bersemangat untuk menerapkan
pengetahuan itu pada penyelesaian masalah-masalah tersebut”. Jadi, TRE
menitikberatkan penafsiran sebagai suatu alat terapeutik.
3. Tiga Taraf Pemahaman dalam TRE
Klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan dia takut terhadap suatu hal:
a. Klien
mengakui bahwa dia masih merasa terancam oleh ketidaknyamanannya,
karena dia tetap mempercayai dan mengulang-ulang keyakinan-keyakinan
irasional yang telah diterimanya.
b. Tarap
pemahaman ketiga terdiri atas penerimaan klien bahwa dia tidak akan
membaik, juga tidak akan berubah secara berarti kecuali jika dia
berusaha sungguh-sungguh dan berbuat untuk mengubah keyakinan
irasionalnya dengan benar-benar melakukan hal-hal yang bersifat
kontropropaganda.
TRE
lebih menekankan terutama pada dua pemahaman-pemahaman yaitu tarap
pemahaman kedua dan ketiga, yakni pengakuan klien bahwa dirinyalah yang
sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang
semula mengganggu dan bahwa dia sebaiknya menghadapinya secara
rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapuskannya.
4. Penerapan Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapeutik Rasional Emotif
TRE
memberikan keleluasaan kepada pempraktek untuk menjadi eklektik.
Sebagian besar sistem psikoterapi mengandaikan suatu kondisi tunggal
yang diperlukan bagi pengubahan kepribadian. Ellis (1976, hlm 89),
berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi tunggal atau sekumpulan
kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya suatu perubahan.
TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan melalui
banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup
yang berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain,
memasuki hubungan dengan terapis, menonton film, mendengarkan
rekaman-rekaman, mempraktekkan pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan
diri dalam korespondensi melalui saluran-saluran TRE, menghabiskan
waktu sendirian untuk berpikir dan meditasi, dan dengan banyak cara lain
untuk menentukan perubahan kepribadian yang tahan lama.
Teknik
TRE yang esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah
terapi dimulai, terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif
untuk mereeduksi klien. Dalam hal ini teknik-teknik yang dapat digunakan
dalam terapi ini meliputi diantaranya: pelaksanaan pekerjaan rumah
(home task/work) dimana pada pelaksnaannya klien diajarkan dan disuruh
untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dapat dilakukannya
seperti kedisiplinan waktu, merapihkan tempat tidur, melaksanakan
komunikasi dan relasi yang positif (produktif), desensitiasi,
pengkondisian operan, hipnoterapi dan latihan asertif.
5. Penerapan TRE pada Terapi Individual
Ellis
(1973ª, hlm. 192) menyatakan bahwa pada penanganan terapi individual
pada pelaksanaannya diharapkan memiliki satu sesi dalam setiap minggunya
dengan jumlah antara lima sampai lima puluh sesi. Dimana pada
pelaksanaan terapi ini klien diharapkan mulai dengan mendiskusikan
masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan perasaan-perasaan
yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis juga mengajak klien
untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan
kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi
keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan
rumah yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan
gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam
mempraktekkan cara-cara hidup yang lebih rasional.
Setiap
minggu terapis memerikasa kemajuan kliennya dan klien secara sinambung
belajar mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya sampai ia lebih dari
sekedar menghilangkan gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar
cara-cara hidup yang lebih toleran dan rasional
6. Teknik-Teknik Terapi Emotif Rasional (Emotif)
a. Assertive adaptive
Teknik
yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk
secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang
diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan
diri klien.
b. Bermain peran
Teknik
untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya
sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
7. Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik
untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan
logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem
nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka
klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Sosial modeling
Teknik
untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini
dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial
dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
c. Home work assigments
Teknik
yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang
menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang
diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide
dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari
bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek
kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan
tugas yang diberikan.
Pelaksanaan
home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam
suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan
untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan
pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan
diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
d. Latihan asertif
Teknik
untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah
laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran,
latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan
asertif adalah : (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai
hal yang berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien
dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak
asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan
dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah
laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
sumber: http://www.psychologymania.com/2011/04/sekilas-tentang-terapi-emotif-rasional.html
A.
PENGANTAR KONSTRAN
Pendekatan analisis transaksional dipelopori oleh
Erick Berne dan dikembangkan semenjak tahun 1950. Transaksional maksudnya ialah
hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang
dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka.
Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi
berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi
dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
Analisis transaksional berpendapat bahwa dalam kepribadian
seseorang terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan. Pendekatan ini juga
menekankan fungsi dan pendekatan ego.
B.
PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Pandangan analisis transaksional tentang hakekat
manusia ialah pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan
untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ini ada yang bersifat
jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal dan fisik. Yang menjadi
keperibadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh sentuhan melalaui
transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk dari naskah hidup
seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda.
C. STRUKTUR KEPRIBADIAN
Analisis transaksional meyakini pada diri individu
terdapat unsure-unsur kepribadian yang
terstruktur dan itu meruakan satu
kesatuan yang disebut dengan “ego state”. Adapun unsur kepribadian itu terdiri
dari:
1. Ego state child
Pernyataan ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti bersifat manja,
riang, lincah dan rewel. Tiga bagian dari ego state child ini ialah:
a) Adapted child (kekanak-kanakan)
Unsure ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi karena banyak orang
tidak menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan dalam sentuhan.
b) Natural child (anak yang alamiah)
Natural child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang
alamiah dan tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang
senang pada saat terjadinya transaksi.
c) Little professor
Unsur ini ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang gembira
dan menyenangkan padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan
kebenaran.
2. Ego state parent
Ciri kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah
dan menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a) Critical parent
Bagian ini dinilai sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti
menujukkan sifat judes, cerewet, dll.
b) Nurturing parent
Penampilan ego state seperti ini baik seperti merawat dan lain
sebagianya.
3. Ego state adult
Berorientasi kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan
bagaimana.
Dengan
demikian untuk kita ketahui bahwasanya dalam tiap individu ego state yang tiga
diatas selalu ada yang berbeda Cuma kadarnya saja. Berapa banyak ego state yang
ada dalam individu akan mempengaruhi tingkah lakuorang tersebut.
Berdasarkan keberadaan ego state terdapat tiga
komposisi yang ada dalam diri individu adalah:
1. Ego state normal
Sesuai dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada. Penampilan ego
state yang normal ini dapat dilihat dalam suasana yang serius.
2. Ego state kaku
Ego state yang ditmpilaknnya tidak berbeda tetapi hanya satu saja.
3. Ego state cair
Tidak ada batasan antara penampilan ego state yang satu dengan yang lain.
D.
MOTIVASI HIDUP
Hansen (dalam Taufik, 2000:101) membagi kebutuhan
psikologis manusia menjadi tiga bagian menurut analisis transaksional yaitu:
1. Kebutuhan akan memperoleh rangsangan
Sentuhan yang diberika bisa bersifat
jasmaniah(salaman, tepukan,belaian), rohaniah (perhatian, senyuman, sapaan),
positif (pujian, sanjungan)maupun negative(ejekan, cemoohan, hinaan).
Sentuhan akan memberikan warna tersendiri bagi
individu, jika sentuhan itu bersifat sistematis maka anak-akan menerima apa
adanya. Misalnya anak yang biasa mendengar kata-kata kasar dari orang tua,
apabila dia tidak mendengar kata-kata tersebut maka ia akan merasakan keanehan.
2. Kebutuhan untuk menstruktur waktu
Enam bentuk hubungan yang dipilih seseorang dalam
mencari sentuhan;
a)
With drawl
Memutuskan hubungan atau hubungan menarik diri. Individu mencari sentuhan
dengan berbicara sendiri, berfantasi.
b)
Ritual
Individu melaukan hubungan social untuk memperoleh sentuhan dengan
sedikit modal energy atau juga melihat
sedikit resiko.
c)
Pas time
Individu mencari sentuhan dengn melalukan waktu\membiarkan waktu berlalu
tanpa sesuatu yang jelas.
d)
Activity
Melakukan suatu kegiatan dimana dalam kegiatan itu diperoleh sentuhan.
e)
Games
Individu yang berupaya memperoleh sentuhan dengan cara melakukan
permainan dengan orang lain.
f)
Intimacy
Individu memperoleh sentuhan dengan melakukan hubungan intim baik dengan
individu lain ataupun dengan benda.
3. Kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup
Analisis transaksional menurut A.Harris dalam Taufik (2009)
membagi empat posisi hidup yang sering dipilih oleh seseorang yaitu;
a) Saya OK kamu OK
Posisi ini ialah posisi yang dipilih oleh seseorang apabila ia merasa
beres dan orang lain juga beres. Hubungannya yang terjadi bersifat
evolusioner yaitu berubah secara lambat.
b)
Saya OK kamu tidak OK
Posisi ini dipilih oleh seseorang apabila ia merasa posisinya beres dan
posisi orang lain tidak beres. Hubungan ini cendrung untuk merubah pihak kedua
dan bersifat revolusioner yaitu perubahan secara cepat.
c) Saya tidak OK kamu OK
Orang yang berada dalam posisi ini ialah orang yang merasa dirinya tidak
beres dan orang lainlah yang beres. Sifat hubungannya ini devolusioner yaitu
berubah secara lambat. Biasanya orang yang memilih posisi ini mempunyai sifat
rendah diri.
d) Saya tidak OK kamu tidak OK
Orang yang berada pada posisi ini merasa dirinya tidak beres dan orang
lain pun dirasaka tidak beres. Hubungannya tidak jelas yaitu siapa yang
mengubah siapa yang bersifat obvolusioner.
E.
JENIS-JENIS TRANSAKSI
Gerald Corey (dalam Taufik, 2009:108) membagi jenis
transaksi menjadi tiga bagian yaitu:
1.
Transaksi
sejajar
Individu yang berkomunikasi dengan menggunakan ego state tertentu
sehingganya respon yang ditampilakan oleh orang lain sesuai dengan yang
diharapkan
2. Transaksi silang
Penampilan ego state seseorang sehingganya respon yang diberikan tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
3. Transaksi terselubung
Penampilan ego state seseorang yang dalam komunikasi yang memiliki tujuan
terselubung dari maksud pembicaraannya.
F.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG SEHAT
Ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Hansen (dalam
Taufik, 2009;111) adalah:
1. Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes
sesuai dengan tempat ia berada
2. Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara
bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara bebas pula.
3.
Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu Ok
4.
Ego statenya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak
pul cair.
G.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG ABNORMAL
Masih dalam buku sumber yang sama cirri kepribadian
yang abnormal ialah:
1. Kecendrungan untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner
dan pada dirinya ada unsure tidak Ok
2.
Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal
3.
Ego state yang ditampilkannya terlalu cair
4.
Ego statenya tercemar.
H.
TUJUAN DAN PROSES KONSELING
Adapun tujuan dari konseling ini ialah:
1.
Mendekontaminasikan ego state yang terganggu
2.
Membantu mengunakan ketiga ego state yang terganggu
3.
Membantu menggunakan ego state adult secara optimal
4.
Mendorong berkembangnya life position SOKO dan lifi
script baru dan produktif.
Berikut ini akan dibahas hal-hal yang harus
diperhatikan konselor dalam melakukan konseling dengan menggunakan analisis
transaksional.
1. Analisis struktur
Menjelaskan kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga
ego state dan menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya
individu itu sadar ego state yang mana yang lebih dominan dalam dirinya.
2. Analisis transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor
dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state
yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau
belum.
3. Analisis permainan
Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk
mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah kline mampu menanggung resiko
atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
4. Analisis naskah hidup
Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya
terjangkiti posisi hidup yang tidak sehat.
I. TEKNIK-TEKNIK
KONSELING
Teknik konseling yang digunakan adalah:
1. Permission
Memperbolehkan klien melakukan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang
tuanya
2. Protection
Melindungi klien dari ketakutan karena klien disuruh melanggar terhadap
peraturan orang tuanya.
3. Potency
Mendorong klien untuk menjauhkan diri klien dari injuction yang diberikan
orang tuanya.
4. Operation
a). Interrogation
Mengkonfrontasikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada diri klien sehingganya
berkembang respon adult dalam dirinya.
b). Specification
Mengkhususkan hal-hal yang dibicarakan sehingganya klien paham tentang
ego statenya.
c). Confrontation
Menunjukkan kesenjangan atau
ketidak beresan pada diri klien
d). Explanation
Transaksi adult-adult yang terjadi antara konselor dengan klien untuk
menejlaskan mengapa hal ini terjadi (konselor mengajar klien)
e). Illustration
Memberikan contoh pengajaran kepada klien agar ego statenya
digunakan secara tepat.
f). Confirmation
Mendorong klien untuk bekerja lebih keras lagi.
g). Interpretation
Membantu klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya
h). Crystallization
Menjelaskan kepada klien bahwasanya klien sudah boleh mengikuti games
untuk mendapatkan stroke yang diperlukannya.
J.
KEKUATAN DAN KELEMAHAN KONSTRAN
Beberapa
kekuatan konseling analisis transaksional menurut Muhammad Surya (2003:46)
yaitu :
1. Terminology yang sederhana dapat dipelajari
dengan mudah diterapkan dengan segera pada perilaku yang kompleks
2. Klien diharapkan dan didorong untuk moncoba
dalam hubungan di luar ruang konseling untuk mengubah tingkah laku yang salah
3. Perilaku klien disini dan sekarang, merupakan
cara untuk membawa perbaikan klien.
4. Penekanan pada pengalaman masa kini dan
lingkungan sosial.
Sumber:
Prayitno. 1998. Konseling
Pancawaskita. Padang: Jurusan BK FIP UNP
Taufik. 2009. Model-model
konseling. Padang: Jurusan BK FIP UNP
Muhammad Surya. 2003. Teori-teori
Konseling. Bandung: Pustaka Bany Quraisy
;;
Subscribe to:
Posts (Atom)